Minggu, 19 Juli 2009

THE BEST MEMORIES

Setiap menelusuri satu persatu kisah di ’Laskar Pelangi’, aku membayangkan bahwa si Andrea ’Ikal’ Hirata
itu adalah aku. Ketika Ikal bercerita tentang Lintang, Syahdan, Kucai, Bore’, A Kiong, Sahara, Mahar, Trapani dan juga Harun, pikiranku pun ikut berkisah. Sama halnya ketika aku menyimak petualangan Luffy,
Zorro, Nami, Usopp, Sanji, Chopper, Nico Robin dan Franky dalam One Piece-nya Eiichiro Oda. Setiap kisahnya penuh petualangan dan begitu kental nuansa persahabatan. Seperti Ikal dan Oda, setiap kita pastinya juga memiliki beragam kisah bersama sahabat. Sebuah memori yang membekas dan terpatri di dalam hati, yang membuat kita tertawa sekaligus menangis jika mengingatnya.
Tentang Kak Agus Toni dan Kak Agus Tian, kakak kembarku yang sekaligus menjadi sahabat terbaik ketika aku kecil. Tentang Shanti sobat karibku di SMP yang nasrani. Tentang Faisal, saingan beratku dalam lomba bahasa Inggris SMP. Tentang Rafli, teman SMP yang takut darah namun akhirnya menjadi ’ikhwan’. Tentang Meme yang hobi banget Shincan dan pinter gambar hingga akhirnya jadi tukang gambar di koran SINDO. Tentang Iis, kawan sebangku di kelas 2 SMA, aktivis OSIS yang mungil dan berapi-api. Tentang Tina, sahabat protestan yang kalem dan baek banget. Tentang Sari, yang ’westlife’ banget, namun akhirnya insyaf dan jadi ’akhwat’. Tentang Mery, yang tekun dan membuatku tidak terasing di pergaulan para akhwat, karena dulu juga belum berjilbab seperti aku. Tentang Lina, yang super kalem, karena darah Jawa ibunya yang mendominasi. Tentang Rian, yang cerdas dan ekspresif .Tentang Jaya, yang cerewet banget dan nyebelin tapi baik hati.. Tentang Anggi dan Ijun yang akhwat banget. Tentang sahabat2 kuliahku, juga tentang sahabat2ku di dunia maya...begitu banyak memori, begitu banyak kisah, begitu banyak petualangan...

KENANGAN BERSAMA KAKAK
Dulu ketika masih kecil sekali, memoriku yang masih sangat terbatas hanya mampu mengingat Kak Agus Toni dan Kak Agus Tian, dua kakak lelakiku yang kembar. Kenangannya begitu membekas dan menjadi yang termanis dalam hidupku. Usianya yang hanya terpaut 2 tahun di atasku menjadikan kami begitu dekat layaknya saudara sekaligus sahabat. Kemana mereka pergi, aku selalu dibawa. Kami bermain sepeda bersama, nonton tv bersama, maen petak umpet, patung, kling-kling brok, kelereng, gambaran, cabur, palak babi, dan segudang permainan anak lainnya.
Aku juga sering ikut kakak berburu burung. Kalau ada burung yang tertangkap langsung kami bakar untuk dimakan, atau kalau masih hidup kami pelihara. Kadang aku juga ikut mencari belalang untuk makanan burung-burung yang ditangkap kakak, atau untuk makanan burung merpati dan burung puyuh kakek. Kalau mengingatnya aku jadi geli dan ngeri sendiri..? Yah karena aku yang sekarang adalah orang yang takut binatang...hampir semua binatang.
Kakekku dulu punya burung merpati dan burung puyuh cukup banyak. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi karena sebagian ada yang dicuri orang, dan sebagian lagi dijual. Dulu kakek juga punya kelinci yang lucu-lucu.
Oh iya, bila pohon rambutan, duku, jambu air dan klutuk, alpukat, kopi coklat (kakau) dan sawo kakek berbuah, kami akan berebutan mengambilnya. Khusus rambutan, setiap pagi kami selalu bangun lebih awal hanya untuk mendapatkan beberapa biji rambutan yang berjatuhan pada malam hari. Oh iya kami juga sering mencari madu lebah/tawon asli. Kebun kakekku lumayan luas, jadi banyak pohon yang menjadi sarang lebah madu. Kami juga sering makan anak tawon bakar. Bahkan belalang, dan jangkrik pun pernah kami makan. Seingatku rasanya memang enak....Kalau mengingatnya aku jadi jijik sendiri. Bagaimana mungkin seorang ‘aku’ yang hampir menjadi vegetarian bisa doyan makanan seperti itu.
Saking dekatnya aku dengan kakak, di hari pertama kedua kakakku sekolah (SD) aku menangis sejadi-jadinya, tak mau melepaskan kepergian mereka ke sekolah. Sampai-sampai karena saking jengkelnya, kakek memukulku dengan sendal. Dulu kami sekeluarga memang tinggal dengan kakek (dari pihak ibu). Tangisku reda, tinggal sesenggukan tertahan yang tertinggal. Tapi sungguh aku memang tidak rela, sekolah telah merebut waktuku bersama kakak. Jatah waktu bermain dengan kakak jadi berkurang...sebel...sebel.
Oleh karena itu waktu luang bersama kedua kakakkku tidak mau aku sia-siakan. Setiap harinya setelah ia pulang sekolah, kami selalu bermain bersama
Ada cerita lucu, satu ketika di siang hari, aku, Kak Toni dan adikku (frensi) berencana nonton tv tempat uwak-bude- (famili jauh sih). Waktu itu, tv di rumah (kakek) kehabisan aki (maklum belum pasang listrik), jadi terpaksa nonton tempat orang. Jarak rumahnya dari rumahku lumayan jauh. Bertiga, kami berjalan sambil berangkulan. Karena waktu itu siang hari bolong, jalanannya terlihat sangat sepi, hanya 1 atau 2 orang yang lewat. Ketika tiba di perempatan jalan sepi, kami melihat ada 2 orang asing yang begitu serius memperhatikan kami. Salah seorang di antara mereka membawa parang/arit, dan yang lainnya membawa karung. Orang-orang asing tersebut lalu tersenyum sangar pada kami. Hati kami menciut dan diliputi ketegangan. Jantung pun terasa mau copot. Ini pasti Culik, pikir kami. Kami hanya berbisik-bisik dengan suara yang bergetar saking takutnya. Kami masih ingin hidup oi..(Kala itu, cerita tentang banyaknya Culik yang suka menculik anak kecil untuk dijadikan tumbal memang sangat populer di desaku. Orang tua-orang tua di sana sering menggambarkan kalau Culik itu adalah orang asing yang selalu membawa parang dan karung. Isi karung adalah kepala-kepala manusia...hiii...).
Kami berusaha menghindar dan mencari jalan pintas agar tak melewati para ‘penculik’ tersebut.. ‘Penculik’ itu masih terus memperhatikan kami. Namun mereka tak berusaha menahan atau mengejar langkah kami yang mulai cepat. Akhirnya sampai juga kami di jalan semak (yang kami maksud jalan pintas tadi). Si ‘penculik’ masih mengawasi dari kejauhan. Dan akhirnya tanpa ba..bi..bu..kami lari terbirit-birit menuju rumah uwak..Sesampai di rumah uwak, bukannya nonton, kami malah bercerita dengan anak-anak lain yang juga nebeng nonton tentang tragedi yang menimpa kami tadi...ha..ha...dasar anak-anak.
Setelah dewasa, akhirnya aku menyadari 2 orang asing yang kami sangka penculik tersebut mungkin hanyalah 2 orang iseng yang memanfaatkan kepolosan kami sebagai anak kecil untuk menakut-nakuti kami...ha..ha...
Pernah satu saat, ketika sedang bermain di parit, ibu jari tangan Kak Toni terpukul batu yang ia mainkan sendiri. Darah kental mengalir. Aku takut sekali, karena pikiranku yang masih cetek menduga-duga Kak Toni akan meninggal. Namun Kak Toni tak menangis, ia hanya meringis. Aku bingung harus berbuat apa. Di tengah kekalutanku muncul bibi gendut yang terkenal dengan kecerewetannya. Bukannya menolong, ia malah membentak dan memperolok, “Makanya ojo nakal, kapoklah kowe!”. Huh, aku kesal sekali. Kalau saja badanku lebih besar, sudah kujotos mulutnya yang nyinyir itu.
Di sekolah, kedua kakakku terbilang pintar, terutama Kak Tiwan (panggilan untuk Kak Agust Tian). Namun sayang, ketika di kelas 2, Kak Tiwan tak bisa masuk ranking 3 besar, padahal nilainya memenuhi syarat. Hal itu terjadi karena ‘ulah’ mama’. Waktu itu, posisi mama’ adalah wali kelas kakak. Karena takut dibilang nepotisme, mama’ tak memasukkan Kak tiwan dalam ranking 3 besar.
Aku ingat sekali Kak Tiwan pernah protes ke mama’ ,”Ma’, seharusnya aku kan dapat juara 3. Mama’ takut dibilang ga adil yo. Aih..padahal nilaiku khan tinggi...nanti-nanti aku emoh meneh (ga mau lagi) mama’ jadi wali kelasku...”.
Mama’ pun waktu itu tak mau kalah ,”Mama’ juga ga mau-lah jadi wali kelasmu lagi. Pertanggungjawabannya berat ‘Wan...” Ha..ha..ha...bisa ketawa sendiri kalau aku ingat itu. Bagiku, mereka berdua sangat polos ketika itu.
Dua tahun setelah kakak masuk SD, aku pun masuk sekolah di tempat yang sama dengan kakakku. Sekolah yang juga menjadi tempat ibuku mengajar. Meskipun banyak mendapat teman baru, namun bermain bersama kakak tetap menyenangkan. Bila lebaran tiba, aku dan kedua kakakku juga bibiku (adik bapak yang seusia denganku dan menjadi teman akrabku di sekolah) pergi berhalal-bihalal ke tempat guru-guru SD dengan naik sepeda berboncengan. Bahkan bila natal dan tahun baru tiba, kami yang belum mengerti apa-apa mengunjungi guru-guru kami yang Kristen. Lumayan dapat kue yang adanya cuma setahun sekali he..he..
Begitu kami membesar, dan kakak mulai masuk SMP, semuanya menjadi berubah. Waktu kakak banyak tersita untuk teman-temannya. Pergaulan di SMP yang lebih luas dan masa remaja yang penuh pencarian jati diri seolah menciptakan jarak aku dengan kakak. Kedua kakakku lebih senang nongkrong-nongkrong, menggoda cewek, merokok, dan juga membolos bersama teman-temannya. Pada malam hari pun mereka lebih senang untuk keluar rumah. Kebandelan mereka di waktu kecil berubah menjadi kenakalan yang luar biasa. Mereka juga tak pernah lagi mengajakku main sepeda. Hingga akhirnya sepeda yang biasanya kami pakai itu dijual.
Kebersamaan di antara kami semakin berkurang. Bahkan hubungan antara Kak Toni dan Kak Tiwan juga menjauh. Mereka sibuk dengan teman pergaulannya masing-masing. Kepribadian yang berbeda mulai terlihat di antara mereka. Kak Tiwan menjadi begitu ‘banyak omong’ layaknya politikus, berotak cerdas, cenderung bersih dalam penampilan. Sedangkan Kak Toni menjadi pribadi yang pendiam, kurang cerdas, dan kusam. Namun mereka sama-sama menjadi remaja yang super nakal. Karena kepribadian yang berbeda itu menjadikan kedua kakakku sering bertengkar
Namun aku tak mau ‘kehilangan’ kakakku. Untuk kembali mendekatkan diri dengan kakak, ketika lulus SD, aku memutuskan untuk masuk sekolah yang sama dengan kakakku, meskipun para guru menyarankan untuk mendaftar di sekolah favorit yang ada di kotaku. Kalau sekolah di tempat yang sama dengan kakak, tentunya aku juga akan merasa aman karena ada yang melindungi. Selain itu, kabarnya kalau bersekolah di tempat favorit itu, setiap yang berulang tahun harus mengadakan perayaan. Seumur-umur belum pernah aku mengadakan pesta ulang tahun, dapat duit dari mana juga. Terakhir aku baru tahu kalau semua itu cuma isu.he..he...betapa polosnya aku.
Sayang, apa yang aku harapkan tak terwujud. Di sekolah, aku hanya mendengar cerita-cerita tentang kenakalan kakak. Guru-guru yang mulai mengenalku sering menceritakan kenakalan kakak ketika mengajar di kelas. Kakakku yang bolos 20 hari dalam sebulan, kakakku yang memecahkan kaca kelas, kakakku yang melawan dan ditampar guru, kakakku yang terlambat upacara, mereka bandingkan denganku, yang kalem dan dapat ranking di kelas (bukan berniat sombong nih). Dan pujian-pujian itu bukannya meyenangkanku, tetapi malah membuat malu dan tersinggung. Aku sungguh tak suka para guru itu menceritakan kejelekan kakakku di depan teman-teman. Bahkan ketika menjaga koperasi siswa (kopsis), seorang guru pembina pun membanding-bandingkan aku dengan kakak di depan teman-teman kakak yang perempuan. Aku sangat marah, hingga beberapa minggu tak mau lagi piket jaga kopsis. Mereka bercerita seolah kakakku penjahat.
Di rumah aku sering protes ke kakak tentang kenakalannya selama ini. “Seantero sekolah seolah mengetahui bahwa aku adiknya Agus Toni dan Agus Tian yang super bandel itu. Aku malu kak”. Tentunya aku tak menceritakan bahwa sebenarnya aku juga sangat marah apabila ada yang menghina mereka, gengsi aku. Aku tak ingin perasaan sayangku ke mereka ke ketahuan.
“Yo salahe dewe, kenapa sekolah di tempat yang sama denganku”. Huh, jawaban kakak benar-benar tak berperasaan.
Kenakalan kakak di sekolah tidak diketahui mama’ dan bapak. ‘Kegemaran’ membolos mereka baru ketahuan setelah ada seorang teman satu SMP kakak yang kebetulan satu desa mengantarkan surat peringatan dari sekolah. Selama ini surat-surat dari sekolah tak pernah sampai ke tangan mama’. Sepertinya ini ulah kakak yang tak ingin kenakalan mereka diketahui mama’.
Mama’ dan bapak marah besar. Tapi entah-lah kemarahan mama’ dan bapa’ hanya ditanggapi dingin oleh kakak.

To be continued...

NB : Terima kasih tak terhingga kepada teman2 yang selama ini mau dan punya waktu membaca kisah2 yang aku tulis, juga memberi komentar/ tanggapan/ kritik/ saran, sangat membangun sekali. Saat ini aku memang lagi keranjingan menulis kisah2 yang membekas di memoriku, meskipun masih hanya sekedar nulis, tanpa memikirkan aturan2, atau tanpa memikirkan nilai2 yang terkandung di dalamnya. Sebuah buku karya seorang teman yang berkisah tentang true story telah menginspirasiku. Sungguh dengan menulis, ternyata memang sangat menyenangkan...^_^

Satu saat ketika kurindu sangat dengan kedua kakak kembarku
Tri_Coeroep (ukhti_lintang)

Tidak ada komentar:

Artikel pada kategori yang sama

Top Post (popular artikel)

Widget by Blogger Buster