Rabu, 01 Desember 2010

Yes..We Can!

Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Sejak awal agama ini diturunkan hingga proses penyebarannya, semua dilakukan dengan jalan damai. Konsep dakwah Rasulullah yang fleksibel dan tidak menggunakan kekerasan, membuat agama ini begitu diterima oleh banyak orang di penjuru bumi.
Kekerasan watak kaum Arab, tak terkecuali watak salah seorang Khulafaur Rasyidin kita, Umar Bin
Khattab dan juga Pamanda Nabi, Hamzah Bin Abdul Muthalib, mampu ditaklukkan oleh kelembutan kepribadian Rasulullah sebagai manusia mulia yang mendekati sempurna (Rasulullah sebagai uswatun hasanah adalah contoh hidup dari pengimplementasian Al Quran).



Dengan konsep dakwah yang begitu arif itu pula, maka tak heran kini Islam menjadi agama dengan penganut terbesar di Bumi Merah Putih, Indonesia. Berawal dari kedatangan para pedagang muslim dari Gujarat, Persia dan India ke Indonesia. Apabila para kolonialis dan imperialis barat membawa semboyan Gold, Glory dan Gospel yang menghalalkan segala cara, ketika melakukan ekspansi ke negeri baru, maka para pedagang tersebut membawa sebuah “pencerahan” bagi masyarakat Indonesia melalui ajaran Islam dan metode yang mereka lakukan. Ajaran Islam yang damai, komprehensif dan membawa semangat persamaan dan keadilan dengan mudahnya diterima oleh semua kalangan, dari rakyat jelata hingga raja. Sejarah telah menuliskan betapa Islam menjadi solusi konstruktif atas kondisi masyarakat yang pada masa itu banyak terbagi dalam kasta-kasta.

Bahkan pada masa abad pertengahan, ketika Barat memasuki zaman kegelapan (dark age), dunia Islam sedang dalam masa kejayaannya. Dunia Islam melahirkan ilmuwan-ilmuwan muslim yang menjadi perintis bagi ilmu pengetahuan dunia. Sebut saja Ibnu Sina (Avichena), ataupun Al Jabar. Sumbangsihnya bagi ilmu pengetahuan modern begitu besar. Ketika kaum agamawan dan para pemimpin di negeri Barat membatasi bahkan melarang keras adanya perkembangan ilmu pengetahuan karena dianggap kontradiksi dengan ajaran agama (yang kalau ditelusuri sebenarnya lebih kepada sebuah upaya untuk melanggengkan kepentingan mereka), maka Al Quran menjadi sebuah kitab suci yang menawarkan betapa dahsyatnya alam semesta diciptakan dengan sejuta potensi yang dapat digali demi kemaslahatan penduduk bumi. Dengan begitu komprehensifnya ajaran yang terkandung di dalam Al Quran, kaum pemikir barat bahkan berbondong-bondong mengadopsi dan menuntut ilmu pada dunia muslim. Maka tak berlebihan rasanya dengan ungkapan yang menyatakan bahwa Barat “berutang besar” pada dunia muslim.
Ajaran Islam memang begitu komprehensif. Kesempurnaan ajaran Islam telah termaktub dalam kitabNya yang suci dan terjaga hingga akhirul zaman, Al Quranul Karim, juga dalam segala kata dan tindakan Nabi yang terangkum dalam As Sunnah, serta ijtihad para ulama. Dan dengan kesempurnaan ajarannya yang mencakup seluruh aspek kehidupan menjadi petunjuk yang seharusnya (baca : wajib) kita pedomani dalam kehidupan sehari-hari. Lalu apakah dalam tataran praksis, para umat yang mengaku umat Muhammad telah mencerminkan pribadi-pribadi islami (generasi Rabbani)?

Jika bicara jumlah (kuantitas), kita memang masih “berani” berbangga hati, karena Indonesia menjadi penduduk dengan jumlah muslim terbesar di dunia. Namun jika dibenturkan dengan kualitas, masih adakah yang bisa kita tonjolkan? Sebuah pertanyaan dilematis yang jawabannya akan menjadi lebih dilematis lagi. Terbelakang, rendahnya tingkat pendidikan, kemiskinan, tidak disiplin, tingkat kesehatan yang rendah-lah yang kini banyak diidentikkan dengan dunia muslim, termasuk Indonesia. Meskipun bahasanya cukup diperhalus dengan sebutan Negara-negara Berkembang atau juga Negara-negara Dunia Ketiga. Realita yang sangat memprihatinkan, namun itulah fakta.

Bicara ajaran Islam tidak selesai hanya pada rutinitas ibadah ghoiru maghdah (langsung kepada Allah) saja, dan lalu menafikkan hubungan dengan manusia lainnya juga alam. Ajaran Islam mengajarkan konsep tawazun (keseimbangan) dalam segala hal. Bahkan dalam setiap rutinitas ibadah seperti shalat, puasa, haji terkandung nilai-nilai sosial yang begitu tinggi. Dari ibadah puasa saja misalnya, terdapat nilai-nilai sosial dan humanis yang begitu tinggi, karena puasa memang tak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja.

-Intermesso-
Misal, contoh sederhananya saja, ada sebuah hadist yang sangat encouraged sekali yang bunyinya kira-kira bekerjalah sungguh-sungguh, maka dunia akan tunduk kepadamu. Sederhana, tapi begitu dalam dan luas makna dan pengaruhnya. Bila setiap muslim mampu menerapkan satu hadits ini saja. Maka…to be continued..

Tidak ada komentar:

Artikel pada kategori yang sama

Top Post (popular artikel)

Widget by Blogger Buster