Kamis, 03 April 2008

MANUSIA OH MANUSIA

Membangun sebuah peradaban memang tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Nabi Muhammad SAW-sang reformis sejati-pun harus berjuang puluhan tahun untuk membangun sebuah peradaban di suatu masyarakat jahiliyiah. Banyak sekali yang harus beliau korbankan. Makian dan perlakuan semena-mena menjadi makanan beliau sehari-hari, karena sebagain masyarakat Quraisy menentangnya. Namun dengan kesabaran, keikhlasan dan keistiqomahan yang dimiliki akhirnya beliau mampu menciptakan sebuah masyarakat ideal, atau yang sekarang lebih kita kenal sebagai masyarakat madani Masyarakat yang menjadi teladan bagi peradaban dunia.
Namun, rasa pesimistis muncul ketika kondisi peradaban yang menguasai dunia saat ini sungguh bertolak belakang dari nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah dulu. Di zaman yang katanya serba modern ini, semua nilai menjadi relatif. Bahkan nilai agama-pun tidak lagi menjadi pembatas dalam bertingkah laku. Nilai-nilai kebenaran realtif yang bersumber pada kesepakatan manusia lebih dipilih ketimbang nilai-nilai agama yang bersumber pada kebenaran Tuhan. Agama hanya formalitas dan merupakan urusan individu dengan Tuhannya. Semua tindakan manusia selama tidak bertentangan dengan kepentingan sebagian besar orang dibenarkan dengan dalih HAM. Bagaimana tidak? Hakikat kebenaran yang banyak dipahami saat ini adalah sesuatu yang menjadi kesepakatan umum atau kesepakatan sebagian besar orang.
Terkadang saya menjadi berpikir apa mungkin semua ini adalah dampak demokrasi karena sampai saat ini yang saya pahami demokrasi hanyalah milik suara mayoritas belaka. Yah, meskipun di awal ada embel-embel musyawarah atau apalah namanya...tapi ujung-ujungnya tetap voting toh (meski katanya voting adalah pilihan terburuk dalam demokrasi, tapi kenyataannya banyak menjadi pilihan yang paling populis)...apalagi sekarang suara bisa dibeli, dengan duit, kekuasaan ataupun eksploitasi air mata (kalo yang ini biasanya banyak terjadi dalam reality show2 yang sekarang menjamur di banyak staisun tv swasta lewat polling sms-nya..weleh2). Coba lihat Amerika Serikat, sebagai negara superpower yang mengaku demokratis, setiap sepak terjangnya malah mengindikasikan negara ini sebagai negara pelanggar HAM paling berat di di dunia. Pelanggaran HAM negara terhadap negara sudah teramat sering dilakukannya. Belum lagi perlakuan diskriminasi kaum minoritas yang masih sering terjadi di negeri itu. Tapi bagaimana reaksi dunia? Bagaimana reaksi negara-negara lain? Paling banter juga cuma deklarasi ketidaksetujuan terhadap tindakan AS tersebut. Kalau saja AS berikut pelaku pelanggaran HAM-nya bisa diseret ke pengadilan di mahkamah internasional (meskipun belum sampai ke sanksi) itu saja sudah prestasi yang sangat luar biasa. Tapi apa mau dikata, mimpi kali yee....? Inikah demkorasi itu? Ya iya-lah...khan dah dibilang demokrasi yang ada saat ini hanya milik orang-orang berkuasa dan orang-orang berduit.
Atau ini hanya karena pemikiran saya terhadap demokrasi yang terlalu cetek? Musyawarah mufakat, mendahulukan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan, kebebasan berekspresi/mengeluarkan pendapat dan lain-lain bukannya sangat ideal?Yah maklumlah...saya memang tidak –atau tidak pernah bisa- tuntas belajar demokrasi yang terus diagung-agungkan hampir seluruh negara di belahan bumi ini, karena hingga kini semua hanya menjadi sebuah utopis...selain itu saya juga memang tidak begitu tertarik dan sedikit skeptis dengan nilai-nilai kebebasan yang diumbar demokrasi (yang terkadang cenderung menjadi tak terbatas dan sering menjadi pembenaran banyak orang),
Wah..wah kok malah jadi melebar ya...Kembali ke awal deh...Seperti sebelumnya telah disebutkan bahwa kebenaran yang banyak berlaku saat ini adalah pengakuan terhadap hal-hal yang berlaku umum, hal-hal yang menjadi kesepakatan umum sehingga sewaktu-waktu kebenaran dapat berubah. Kalau suara terbanyak sepakat..ya sudah, jadi deh kebenaran...Tidak masalah memang karena toh hidup itu dinamis. Semua bisa berubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Tapi bagaimana dengan kebenaran yang asalnya dari Dzat Yang Maha Benar. Bukankah kebenaran Tuhan adalah mutlak, tidak bisa ditawar-tawar. Apa kebenaran dari Tuhan masih juga harus kita kompromikan dan musyawarahkan? Kita diskusikan layak dipakai atau ga? Kalau suara terbanyak bilang bisa dipakai, ya dipakai. Tapi kalo ga bisa dipakai, ya udah tinggalin...Astaghfirullahal adzim. Bukankan Allah sudah menetapkan batas-batas wilayah yang bisa menjadi perdebatan manusia?
Wahai Umat Muslim dunia...pernahkah kita bertanya dalam hati bagaimana manifestasi syahadat yang sudah kita ikrarkan sejak berIslam? Bukankah seorang muslim yang sudah memahami syahadat maka ia akan selalu berhati-hati dalam setiap tindakan serta ucapannya , ia memahami setiap gerak dan diamnya merupakan realisasi ikrar yang diucapkan. Sudah sejauh manakah kalimat ini mengubah kehidupan kita?
Bukan menggurui, tapi inilah konsekuensi dan manifestasi kita sebagai makhluk yang sudah berikrar Laa ilaa ha illallah. Sebuah pegakuan yang tidak sekedar bi-lisan. Hanya Allah yang kita cintai, rindui, agungi, sembah, dan taati di manapun kita, bukan nafsu, harta, keluarga, kedudukan,profesi dan illah-illah yang lainnya.
Iwari kost
Dimasukkan dalam Buletin KOHATI Cabang Bandar Lampung Edisi Desember 2006

Tidak ada komentar:

Artikel pada kategori yang sama

Top Post (popular artikel)

Widget by Blogger Buster