Minggu, 22 Maret 2009

Perbedaan Al-Qur`an Dengan Hadits Nabawi Dan Hadits Qudsi


Untuk mengetahui perbedaan dari ketiga hal ini maka terlebih dahulu akan dipaparkan definisi masing-masing.
Defnisi Al-Qur`an
Secara bahasa Al-Qur`an merupakan masdar dari (قرأ قراءة و قراُنا) yaitu sesuatu yang dibaca. Sedangkan secara istilah Al-Qur`an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad n yang pembacaannya merupakan suatu ibadah.
Diantara bukti yang menguatkan bahwa Al-Qur`an adalah kalamullah (firman Allah) yaitu: Pertama, Al-Qur`an menduduki peringkat tertinggi dalam hal kefasihan dan kejelasan isinya yang mengandung berbagai ilmu pengetahuane. Maka siapapun yang memahami kefasihan dan bahasa Arab dan seni ilmu balaghah, maka dialah yang lebih mengetahui mukjizat dan keistimewaan Al-Qur`an. Kedua, Al-Qur`an memuat berita-berita berikut dan peristiwa itu benar-benar terjadi. Ketiga, Kisah-kisah masa lampau dan berita berkenaan dengan bangsa-bangsa yang telah binasa. Keempat, Dalam Al-Qur`an terdapat pengungkapan rahasia-rahasia kaum munafik; dimana mereka melakukan konspirasi secara sembunyi-sembunyi untuk mengadakan makar dan tipu daya, bahkan mengungkap bagaiman sebenarnya orang-orang Yahudi dan bagaiman suara hati mereka. Kelima,Al-Qur`an terlepas dari pertentangan dan perbedaan, walaupun ia adalah kitab yang besar dan mencakup banyak ilmu. Keenam, Al-Qur`an adalah mukjizat yang abadi dan terus dibaca disetiap tempat, dan disamping itu Allah l menjamin untuk menjaganya. Ketujuh, Orang yang membaca Al-Qur`an tidak akan pernah bosan untuk membacanya, dan orang yang mendengarkannya tidak akan pernah merasa muak. Kedelapan, Al-qur`an mudah dihafal oleh orang-orang yang mempelajarinya.
Definisi Hadits Nabawi
1. Definisi secara bahasa
Dalam kaidah bahasa Arab Al-Hadits adalah antonim dari kata Al-Qadim, dan Al-Huduuts antonimnya adalah Al-Qudamah. Dalam kitab Lisanul Arab disebutkan:
حدث الشيء يحدث حدوثا وأحدثه فهو محدث و حديث
Dalam Al-Qur`an akan didapatkan kata Al-Hadits dengan makna yang berbeda-beda, diantaranya adalah:
Yang berarti Ikhbar atau Atsar (berita), sebagaiman dalam surat Al Baqarah ayat: 76:

yang maksudnya adalah setiap perkataan yang diucapkan kemudian pindah dan smapai kepada manusia manusia melalui indra pendengaran atau wahyu baik dalam keadaan terjaga ataupun tidur.
Sedangkan menurut istilah, hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi n yang berupa perkataan, perbuatan, taqrir (penetapan) dan sifat. Definisi Hadits QudsAl-Qudsi merupakan penitsbatan yang menunjukkan pengagungan atas kesuciannya. Dan Hadits Qudsi secara istilah adalah hadits yang disandarkan oleh Nabi n kepada Allah l,, maksudnya adalah Nabi n meriwayatkan bahwasanya itu adalah perkataan dari Allah Perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi
Setelah mengetahui definisi dari kedua istilah ini menjadi jelas perbedaannya yaitu, bahwa hadits qudsi adalah apa yang diriwayatkan oleh Nabi n dari Allah l baik secara lafazh dan maknanya. Sedangkan hadits nabawi adalah maknanya merupakan wahyu dari Allah l dan adapun lafazhnya dari Nabi n.
Perbedaan antara Al-Qur`an Dan Hadits Qudsi
Aku titip milik Muniri
Para ulama berbeda pendapat , apakah lafadz yang ditujukan lafadz A'm itu bersifat Qoth'I atau Dzanny. Golongan hanafiyah berpendapat bahwa penunjukan lafadz yang Am terhadap satuan yang termasuk dalam pengertiannya itu tergolong Qoth'I mereka menyebut contoh, firman Allah :
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkanisteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan merekaberbuat terhadap diri mereka [147] menurut yang patut. Allahmengetahui apa yang kamu perbuat.
Ayat tersebut menunjukan seluruh perempuan yag ditinggalkan mati oleh suaminya hendaklah beridah dalam waktu yang telah ditentuka kecuali bila ada yang menghususkan ,baik perempuan itu belum dicampuri oleh suaminya atau sudah dicampuri , demikianlah firman Allah yang berbunyi :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antaraperempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid ( Ath Tholaq)
Pengertian Qoth'I yang ditetapkan ulama hanafiyah adalah bila dalam lafadz tersebut tidak terdapat kemungkinan kemungkinan lain yang timbul karena adanya dalil lain, artinya bukan hilangnya kemungkinan adanya takhsis secara mutlak , baik ditakhsisnya itu ada dalilnya atau tidak. Sedang menurut golongan maliki , syafi'I dan golongan hanbali bahwa lafadz Am itu tidak dapat menunjukan sesuai cakupannya secaara Qoth'I tetapi sebaliknya hanya menunjulan secara dzani, mereka beralasan , dari segi lahiriyah lafadz Am itu terdapat kemungkinan dan ini banyak terjadi untuk ditakhsis dan berdasa rkan kaidah tidak ada sesuatu yang umum kecuali ada yang mentakhsisnya dan kemungkinan terjadiya itu lebih besar, maka tidak logis lakau pengertian lafadz Am itu ersifat Qoth'i[1].
Keumuman Al Qur'an dan Kekhususan sebab
Imama syafi'I berpendapat , bahwa apabila khobar Ahad yang khusus , bertentangan dengan keumuman Al Qur'an , maka keumuman Al Qur'an itu tidak menunjukan pada semua satuan yang dicakup dalam lafadz alqur'an yang A'm itu tetapi hanya menunjukan pada sebagianya saja. Hal itu disebabkan dalalah keumuman Al Qur'an itu bersifat zhanny , sekalipun dari segi sanadnya Qoth'I, sedangkan dalalah khobar Ahad itu bersifat Qoth'I meskipun sanadny zhany. Sedangkan menurut golongan hanafiyah disebabkan mereka itu manganggap bahwa yang Am itu memiliki dalalah yang Qoth'I maka khobar khobar ahad tersebut tidak dapat mentakhsis keumuan A Qur'an , kecuali apabila sebelumya memang sudah ditakhsis, sebab yang zhanny itu tidak dapat metakhsis yang Qoth'I , dan menurut mereka , takhsis itu bukanlah berfungsi sebagai penjelas , tetapi ia membatalkan terhadap fungsi sebagai dari Am. Contoh firman Allah:
ÇÎÈ $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFberpendapat bahwa nash terebut adalah Am yang jelas, sehingga tidak perlu lagi ada urut urutan dalam membasuh satuan badan karena huruf wawu ( wa) disana tidak menunjukan adanya urutan urutan itu , berdasarkan hal ini ,maka boleh sah saja andaikata membasuh kaki sebelum membasuh kepala, berbeda halnya degan pendapat golongan syaf'I, hanbali dan maliki , mereka mengisyaratkan adanya tartib berdasarkan hadis Nabi
لاا يقبل الله صلاة امرئ حتى يضع الطُهورَ مواضعَه فيغسل وجهَه ثم يدَه
Allah tidak menerima sholatnya seseorang , kecuali kalau dia bersuci secara benar, yaitu mambasuh mukanya, lalu tangannya dan seterusnya, hadis ini menunjukan keharusan adanya tertib dalam berwudhu, namun menurut golongan hanafi berpendapat hadis itu hanya berfugsi sebagai penguat saja.
Menurut imam malik berpendapat apabila khobar Ahad itu tidak didukung oleh qiyas atau praktek penduduk madinah maka khobar tersebur dianggap dhoif sebagaimana hadis yang berbunyi:
اذا ولغ الكلب فى اناء احدكم فليغسله سبعا اِحداهن با لتراب
Apabila ada anjing menjilat bejana ilik seseoang diantara kamu , maka hendaklah kamu membasuhnya sebanyak tujuh kali yang salah satunya mamakai debu, hadis ini ertolak dengan keumuan yang terkandung dalam fira Allah dan Qiyas
وما علمتم من الجوارح مكلبين
Dan binatang hasil tangkapan anjing yang telah terpelajar, dalam hal ini imam malik berkata, kalau memang anjng itu najis, maka bagaimana binatang buruan yang ditangkap oleh anjing boleh dimakan.
Komentar lomentar ulama dalam hal perselisihan dilaagn ulama
Komentar tentang bahwa Al Qur'an itu sudah jelas dan tidak lagi membutuhkan penjelasan maka wajib menjadikan Al Qur'an itu sebagai dalil atas kelemahan sunah kalau berupa hadis ahad bukan hadis masyhur atau mustafid, Imam ibnu Qoyim memberikan komentar berkenaan dengan penolakan secara mutlak terhadap sunah yang mentakhsis keumuman Al Qur'an, dengan mengatakan " Seandainya boleh menolak sunah Rosulullah dengan pengertian seseorang terhadap bentuk lahiriyah nash al qur'an , maka banyaklah sunah sunah yang tertolak karena cara pandang tersebut atau bahkan menjadi batal secara kesuluruhannya akibatnya tak ada seseorang menjadikan hujah dengan sunah yang shohih yang bertentangan denga pendapat dan pendiriannya , karena ia dapat mengaitkan dengan keumuaman al qur'an yang sejak semula dimutlakan.
Persoalan tidak berlakunya keumuman al qur'an atau pendapat yang menganggap bahwa keumuman al qur'an itu selalu bisa ditakhsis, asy syatibi berpendapat seseungguhnya pada lahirnya, perselisihan tentang hal ini sagat aneh dan keterlaluan , sebab sebagaimaa dimaklumi , bahwa kebiasan dalil syar'I itu menggunakan bentuk yang umum Orang berpendapat untuk tetap menjadikan ujah dalam persoalan ( keumuaman alqur'an yang sudah ditakhsis ) ini terpengaruh dengan apa yang diriwayatkan dari ibnu abas, yaitu bahwa setiap yang umum dalam alqu'an itu pasti akan takhsis, kecuali firman Allah bahwa" Allah maha mengetahui atas segala sesuatu. Tapi semua itu bertentangan dengan percakapan orang arab dan perinsip ulama salaf yang menetapkan kepastian keumuman Al - Qur'an, bahwa abi muhammad itu diutus dengan mempergunakan senua bentuk ungkapan yang mencakup segala hal, kemudian ungkapan tersebut diringkas dalam bentuk yang kebih aaligh serta lebih memungkinkan dapat dimengerti ( bersifat umum ) apabila entuk ungkapan tersebut arus tidak ada dalam Al Qur'an dan bahkan harus dihapus dengan taakhsis, qoyd atau yang lain maka keumuman tadi sudah tidaak tidak lagi sebagi ungkapan dan rigkas


[1] Ibis bawah 137-138

Tidak ada komentar:

Artikel pada kategori yang sama

Top Post (popular artikel)

Widget by Blogger Buster